Denpasar | suaratabanan.id – Menyongsong tahun 2025, ada banyak tantangan dan mega trend global yang akan dihadapi oleh Indonesia. Hal ini diungkapkan Kementerian Pariwisata Republik Indonesia melalui Wakil Menterinya, Ni Luh Puspa saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Nasional Ikayana pada Sabtu, 22 Maret 2025 di Dharma Negara Alaya, Denpasar.
Pemilik nama Ni Luh Enik Ermawati ini menjabarkan ada enam tantangan dan mega trend global yang akan terjadi, diantaranya Pemasaran yang Efektif dan Peran Media Sosial, Konektivitas dan Infrastruktur Wisata, Community Engagement, Keberlanjutan dan Isu Lingkungan, Adaptasi Teknologi, serta Kondisi Ekonomi dan Geopolitik.
Terkait dengan Pemasaran yang Efektif dan Peran Media Sosial, Ni Luh Puspa menjelaskan 25% pengguna media sosial adalah gen Z. Oleh karena itu, strategi pemasaran harus lebih adaptif dan digital untuk menarik minat wisatawan generasi mendatang.
“Kedepannya trend perilaku pariwisata sudah berubah. Cara konvesional tidak lagi relevan dengan masyarakat, melainkan media sosial yang memiliki kedekatan dengan masyarakat saat ini,” kata Ni Luh Puspa.
Tantangan kedua adalah Konektivitas dan Infrastruktur wisata yang hingga saat ini selalu diupayakan Kementerian Pariwisata. Dengan demikian, seluruh masyarakat Indonesia bisa terkoneksi sehingga semua orang bisa menikmati atau berwisata di dalam negeri dengan lebih terjangkau.
Indonesia juga memerlukan investasi dalam infrastruktur pariwisata transportasi yang lebih efisien, fasilitas yang nyaman, dan juga akses internet yang merata. Inilah yang akan menjadi prioritas utama dalam pendukung pertumbuhan industri di Indonesia.
Berikutnya adalah Community Engagement yang mengarahkan pariwisata berkelanjutan pada pengalaman yang otentik. Hal ini dikembangkan melalui desa wisata yang menjadi bagian dari Asta Cita Presiden Republik Indonesia yaitu, membangun dari desa. Dengan demikian, keterlibatan dari komunitas dan industri pariwisata menjadi faktor yang sangat penting.
“Saat ini Indonesia memiliki lebih dari 6.100 desa wisata. Wisatawan itu sekarang ingin merasakan budaya yang lebih otentik, menikmati kuliner yang khas, dan juga memahami gaya hidup masyarakat setempat dengan berinteraksi dengan masyarakat lokal,” jelasnya.
Keberlanjutan dan Isu Lingkungan juga menjadi tantangan selanjutnya. Ni Luh Puspa mengatakan saat ini Indonesia telah mengarah pada pariwisata berkualitas dan pariwisata berkelanjutan. Menunjang hal tersebut, Kementerian Pariwisata juga telah menerbitkan peraturan yang berkaitan pula dengan ekonomi hijau, keseimbangan jumlah wisatawan, dan kelestarian lingkungan.
Tantangan kelima adalah Adaptasi Teknologi. Seperti yang diketahui, teknologi saat ini semakin berperan dalam pengalaman wisata untuk mampu memberikan pengalaman yang lebih atraktif. Kementerian Pariwisata pun telah berupaya untuk beradaptasi dengan teknologi dengan pengembangan virtual reality dan augment reality menjadi bagian dari konsep tourism experience di masa mendatang.
Di samping itu, upaya ini juga bertujuan untuk mendukung untuk efisiensi dan juga distribusi wisatawan. Dengan demikian, penumpukan di satu destinasi tertentu dapat dikurangi dan kualitas layanan pariwisata juga dapat ditingkatkan.
Terakhir adalah adanya Kondiri Ekonomi dan Geopolitik, baik di Indonesia maupun tingkat global diantaranya, inflasi, fluktuasi nilai tukar, dan ketidakstabilan politik. Dalam sidang kabinet sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan arahan kepada seluruh jajarannya terkait hal tersebut.
Presiden menegaskan agar jajaran kementerian dapat berupaya untuk menjaga keamanan dan juga kenyamanan untuk mendorong wisatawan agar berwisata di Indonesia. Oleh karena itu, perempuan kelahiran Singaraja ini berharap adanya kolaborasi dari seluruh pihak.
Pemaparan terkait dengan tantangan pariwisata Indonesia ini juga mendapat atensi dari Ketua Yayasan Lentera Anak Bali, Dr. dr. Anak Ayu Sri Wahyuni, Sp.KJ. Penggiat kemanusiaan yang juga membina anak-anak di Bali ini mengungkapkan tantangan pariwisata merupakan permasalahan bersama yang berdampak pada seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak-anak.
Ia menjelaskan saat ini banyak anak-anak yang tidak sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan karena berpikir mereka bisa mendapatkan lebih banyak uang dengan bekerja pada sektor pariwisata. Menurutnya ini adalah pemikiran yang berbahaya sehingga perlu ditanggulangi bersama.
“Diantara mereka ada yang tidak sekolah karena mereka berpikir bahwa 50 dollar, satu dollar, setengah dolar, setiap harinya dikali 10 orang, dia telah mendapatkan gaji yang lebih besar daripada seorang guru besar,” kata Dr. dr. Anak Ayu Sri Wahyuni, Sp.KJ.
Melihat fenomena yang terjadi saat ini, perempuan yang akrab disapa Dokter Wahyuni ini mengatakan seluruh tantangan yang telah dipaparkan Wakil Menteri Pariwisata perlu diteruskan kepada anak-anak di Bali. Hal ini diungkapkan beliau saat memberikan kesan dan pesan pada acara 50 Tahun Ikayana.
“Marilah kita memikirkan dampak pariwisata yang saat ini kita dengung-dengungkan kepada anak-anak. Anak-anak perlu memiliki masa depan karena mereka juga menjadi salah satu korban dari pariwisata yang ada, khususnya yang ada di Bali,” tambahnya.
Upaya kolaboratif dari seluruh pihak perlu direalisasikan untuk mengurangi dampak pariwisata kepada anak-anak. Penerima penghargaan Anugrah Dharma Ikayana Tahun 2025 Kategori Pemberdaya Masyarakat ini menambahkan salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan. Anak-anak di Bali perlu mendapatkan pendidikan terbaik sehingga cita-cita mereka menjadi orang hebat dapat terwujud. (ST-R)