Denpasar | suaratabanan.id – Tata kelola persoalan lingkungan hidup yang ada di Provinsi Bali semakin hari semakin mendapat banyak sorotan. Persoalan Sampah yang semakin hari semakin kontroversi, sejatinya menunjukan masyarakat lebih peduli dengan persoalan sampah, namun yang tidak kalah penting adalah kesiapan tata kelola sampah yang baik di Bali. Saat ini pemutupan TPA Suwung menjadi kontroversi, keinginan pemerintah Provinsi Bali sejatinya baik untuk menghentikan sistem open dumping, namun masyarakat belum semua menemukan solusi sampahnya dibawa kemana, karena tidak semua desa/kelurahan memiliki TPST/ TPS3R maupun bank sampah, termasuk tempat pengomposan sampah organik. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah, karena masyarakat harus mendapat solusi dari persoalan sampahnya. Pemerintah juga harus serius untuk menangani sampah residu yang tidak memiliki nilai jual. Bali sangat membutuhkan pemrosesan sampah residu
Tak kalah pentingnya, persoalan alih fungsi lahan subak di Bali menurut data BPN dari tahun 2019-2024 mencapai 6.521 hektar atau kehilangan sekitar 9,19 %, hal ini menjadi sebuah catatan penting bahwasanya, yang awalnya lahan persawahan di Bali di tahun 2019 ada di kisaran 72 ribu hektar, sekarang di kisaran 66 ribu hektar, dan berpotensi berkurang di setiap tahunnya. Sangat dibutuhkan penguatan regulasi untuk mencegah alih fungsi lahan persawahan terus bertambah parah. Lahan Sawah Dilindingi (LSD) yang ditetapkan oleh Kementrian ATR/BPN harus mendapatkan perhatian serius, agar tidak sampai teralih fungsikan, dan harus mendapatkan pengawasan yang serius.
Ketua PD KMHDI Bali I Putu Dika Adi Suantara melihat potensi bencana akan menjadi semakin besar, jika persoalan tata kelola sampah serta alih fungsi lahan ini tidak kunjung diselesaikan. Masih jelas diingatan kita bencana banjir yang menimpa bali, diakibatkan persoalan sampah, alih fungsi lahan yang masif baik persawahan maupun kawasan hutan. Menteri ATR/BPN juga menyoroti tingginya alih fungsi lahan di Bali, harus dicarikan jalan keluar dari persoalan tersebut, kondisi ini sangat menjadi ancanan bagi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). (ST-R)




















