DENPASAR | suaratabanan.id – Hari Buda Kliwon Sinta atau yang dikenal sebagai Perayaan Hari Suci Pagerwesi Menurut lontar Sundarigama disebutkan “Buda Kliwon Shinta ngaran Pagerwesi, Sanghyang Pramesti Guru mayoga, iniring watek Dewata Nawa Sanga, ngewerdiakna urip ing sarwa tumitah, tumuwuh ring bwana kabeh”
Artinya setiap Hari Rabu Kliwon Wuku Sinta adalah pemujaan kepada Sanghyang Siwa Pramesti Guru, yang mana Beliau diiringi oleh para dewa menciptakan kehidupan didunia.
Menurut Ketua Peradah Indonesia Bali I Putu Eka Mahardhika yang juga Dosen Fisip Universitas Warmadewa, melihat perkembangan Bali saat ini ada pertanyaan mendasar yang seyogyanya menjadi perhatian serius ketika perayaan pagerwesi ini dirayakan sebagai penguatan diri maka penguatan seperti apa yang telah kita lakukan ???
Sebagai manusia Bali ada sebuah tanggungjawab moral yang nyaris kehilangan esensi penguatannya, banyak wilayah Rohani yang berubah menjadi wilayah metropolis, jejek-jejak literasi terasa ada tapi penuh samar tertutup eksistensi jaman. Disinilah kemudian tantangan jaman bagi krama Bali mengolah kembali hasil kandungan ibu pertiwinya agar dikemudian hari ada buah yang bisa dipetik dari proses mengolah karang awaknya (olah diri).
Jika proses mengolah karang awak ini bisa dilakukan maka proses “Magehin Bali” (penguatan tata kelola Bali) bukan mustahil bisa dilakukan dan dioptimalkan oleh krama Bali khususnya kalangan millenial Bali saat ini.
Jika diperhatikan dalam substansi tata kelola masyarakat dalam terminologi modern maka alur dari Perayaan Hari Pagerwesi yang dimulai dari runutan Hari Raya Saraswati sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan, Banyupinaruh sebagai proses peresapan ilmu pengetahuan dilanjutkan dengan Soma Ribek sebagai bentuk pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk pengisian lumbung (kesejahteraan) dan Sabuh Mas sebagai bentuk Penyucian Raja Brana (pengaturan Ekonomi) maka Pagerwesi bisa kita maknai sebagai penguatan tata kelola dari semua elemen yang dibangun dari pengetahuan yang diresap sehingga setiap pengetahuan yang dijadikan pondasi kehidupan yang kokoh dan bermanfaat. Jika esensi Perayaan Hari Suci Pagerwesi bukan hanya dipandang sebagai sekedar perayaan upacara maka Hari Suci Pagerwesi dan hari suci lainnya akan menjadi pemandu hidup yang mampu memberikan kesejahteraan lahir dan bathin dalam rangka “Magehin Angga-Magehin Bali”.
Penulis
I Putu Eka Mahardhika S.IP.,M.AP.
Ketua DPP Peradah Indonesia Bali
Dosen Fisip Univ.Warmadewa